Latest Products

Keutamaan Sholat Malam (Tahajjud / Qiyamul Lail) Dan Shllat Witir.

Keutamaan Sholat Malam (Tahajjud / Qiyamul Lail) Dan Shllat Witir.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3f1qh5_dWFbAcw8ejKcJIrQx9RGVHiKpX12ozhfbf9VS8RH5aHq_cWpR6Qvx02T7UMeCjJIgVowbS9upNrQP6aCuKZyOS1ovQgkOpMbSqEPWo-eaLlNBYm5gLokso3N1eIbWwDAbF93tP/s72-c/20180328_065832.jpg

Keutamaan Sholat Malam (Tahajjud / Qiyamul Lail) Dan Shllat Witir.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ

“Hendaklah kalian melakukan sholat malam, karena ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan sungguh sholat malam itu adalah pendekatan diri kepada Allah, pencegah dari dosa dan penghapus kesalahan-kesalahan.” [HR. At-Tirmidzi dari Bilal radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 4079]

Mayoritas ulama mengatakan bahwa hukum shalat malam adalah sunnah mu’akkadah (yang sangat) ditekankan berdasarkan al-Qur-an, as-Sunnah dan ijma’ kaum muslimin. [1]

Dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepadanya dan kepada putri beliau, Fathimah, di malam hari, lalu beliau berkata, “Mengapa kalian tidak shalat?” Aku (‘Ali) berkata, “Wahai Rasulullah, jiwa kami ada di tangan Allah, jika Allah berkehendak membangunkan kami (untuk shalat) tentu kami akan bangun.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu pergi ketika kami mengatakan begitu dan beliau sama sekali tidak membalas kami hingga kemudian aku mendengarnya mengatakan sambil memukul pahanya.

وَكَانَ اْلإِنسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلاً

“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” [Al-Kahfi: 54].[2]

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat pada suatu malam di masjid lalu orang-orang bermakmum dengannya. Kemudian beliau shalat lagi pada malam berikutnya dan orang-orang yang shalat bersamanya bertambah banyak. Kemudian pada malam ketiga atau keempat orang-orang telah berkumpul, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Ketika di pagi hari beliau berkata, “Aku telah mengetahui apa yang kalian lakukan dan aku tidak keluar menemui kalian melainkan karena aku takut shalat ini akan diwajibkan atas kalian.” Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan.[3]

Berdasarkan kedua hadits ini dan hadits-hadits lainnya al-Bukhari membuat sebuah bab dengan judul “Tahriidhin Nabiy Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘ala Qayaamil Laili min Ghairi Iijaab” (Dorongan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan shalat malam tanpa mewajibkannya.)

Ibnu Hajar berkata, “Ibnu al-Munir mengatakan, judul bab ini mengandung dua hal; dorongan (untuk melakukan shalat malam) dan tidak mewajibkannya.”[4]

Komentar saya, Pada mulanya shalat malam diwajibkan lalu hukum itu dihapuskan, (berikut penjelasannya):

Dari Sa’ad bin Hisyam Radhiyallahu anhu, ia bertanya kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, “Wahai Ummul Mukminin, ceritakanlah kepadaku tentang shalat malam yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata, “Bukankah kamu telah membaca ayat ini,

يَآأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ

‘Wahai orang yang berselimut?'”

Aku menjawab, “Ya.” ‘Aisyah berkata, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan shalat malam di awal surat ini, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya melakukannya selama setahun hingga telapak kaki mereka pecah-pecah. Akhir surat ini Allah tahan di atas langit selama dua belas bulan, lalu barulah Allah menurunkan keringanan di akhir surat ini, maka jadilah shalat malam tersebut shalat yang sunnah, untuk melengkapi shalat-shalat yang wajib.”[5]

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma menafsirkan firman Allah, (قُمِ الَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً ) “Bangunlah untuk shalat di malam hari kecuali sedikit daripadanya” dengan mengatakan, “Allah memerintahkan Nabi-Nya dan kaum mukmin untuk melakukan shalat di malam hari kecuali sedikit daripadanya, lalu hal itu membuat berat mereka sehingga Allah meringankannya dan mengasihani mereka dengan menurunkan ayat,

عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُمْ مَّرْضَى

“Allah tahu bahwa di antara kalian ada orang-orang yang sedang sakit.”

Dengan turunnya ayat ini Allah telah membuat mereka merasa lapang dan tidak sempit. Masa di antara turunnya dua ayat itu adalah setahun, yakni antara ayat,

يَآأَيُّهَا الْمُـزَّمِّلُ قُـمِ الَّيْلَ

“Wahai orang yang berselimut, bangunlah untuk melakukan shalat di malam hari.”

Dan ayat

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ

“Bacalah apa yang mudah bagimu” [6] hingga akhir surat.

Dalil-Dalil Lain Yang Menunjukkan Bahwa Shalat Malam Adalah Sunnah.
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, ia menceritakan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun pada suatu malam lalu beliau berkata:

سُبْحَانَ اللهِ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتْنَةِ، مَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الْخَـزَائِنِ، مَنْ يُوْقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ، يَا رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي اْلآخِرَةِ.

“Subhanallah, ujian apa yang Allah turunkan malam ini dan simpanan apa yang Dia turunkan bagi orang yang membangunkan wanita-wanita yang tengah tidur di kamarnya. Wahai kaum, banyak wanita-wanita yang berpakaian di dunia tetapi telanjang di akhirat.”[7]

Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Tidak wajibnya melakukan shalat malam, diambil dari sikap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mewajibkan para wanita tersebut melakukannya.”[8]

Dari Abu Umamah Radhiyallahu anhu ia menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ، فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، مَنْهَاةٌ عَنِ اْلإِثْمِ.

“Lakukanlah shalat malam oleh kalian, karena hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Ia pun dapat mendekatkan kalian kepada Rabb kalian, menghapus segala kesalahan dan mencegah dari perbuatan dosa.” [9]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang di antara sabdanya adalah:

تَعَلَّمُوْا الْقُرْآنَ، وَاقْرَأُوْهُ، وَإِنْ لَمْ تَقُوْمُوْا بِهِ، فَإِنَّ مَثَلَ الْقُرْآنِ لِمَنْ تَعَلَّمَهُ فَقَرَأَهُ وَقَامَ بِهِ كَمَثَلِ جَرَابٍ مَحْشُوٍّ مِسْكًا، يَفُوْحُ رِيْحُهُ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَمَثَلُ مَنْ تَعَلَّمَهُ وَرَقَدَ وَهُوَ فِي جَوْفِهِ، كَمَثَلِ جَرَابٍ أُوْكِيَ عَلَى مِسْكٍ.

“Pelajarilah oleh kalian al-Qur-an dan bacalah, walaupun kalian tidak melakukan shalat malam dengan bacaan al-Qur-an itu, karena sesungguhnya perumpamaan orang yang mempelajari al-Qur-an lalu membacanya dan melakukan shalat malam dengan bacaan al-Qur-an itu, seperti kantung yang berisi minyak misik dan semerbaknya menyebar ke seluruh tempat. Sedangkan perumpamaan orang yang mempelajari al-Qur-an dan ia tidur (tidak bangun untuk melakukan shalat malam) sedang al-Qur-an itu ada dihafalannya, seperti kantung yang ditutup dengan minyak misik.” [10]

Seorang laki-laki berkata kepada Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, “Sesungguhnya aku ingin melakukan shalat Tahajjud karena Allah, tapi aku tidak mampu karena lemah.” Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata, “Wahai anak saudaraku, tidurlah semampumu dan bertakwalah kepada Allah semampumu pula.” [11]

Sufyan rahimahullah berkata, “Seburuk-buruk keadaan seorang mukmin adalah saat ia tidur dan sebaik-baik keadaan orang yang jahat adalah saat ia tidur. Karena seorang mukmin bila ia terbangun ia selalu dalam keadaan taat kepada Allah dan itu lebih baik daripada ia tidur. Sedangkan orang yang jahat bila ia terbangun ia selalu dalam keadaan bermaksiat kepada Allah, maka tidurnya lebih baik daripada terjaganya.” [12]

Oleh : Muhammad bin Suud Al-Uraifi
almanhaj.or.id

Related product you might see:

Share this product :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. . - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger